Social Icons

Friday, April 17, 2009

Korban Tsunami Berbohong, Itu Salah Siapa.?


Masih igatkan tsunami tahun 2004 di aceh, masih donk..masak lupa sih. Musibah yang bisa dikatakan yang terbesar yang pernah melanda planet bumi ini di abad 20. Kenapa bisa dikatakan yang terbesar? coba liat ini, lebih dari 100.000 masyarakat aceh meninggal dunia, lebih dari satu juta orang aceh kehilangan tempat tinggal, lebih 200NGO dari berbagai negara ikut ambil bagian dalam membantu para korban tsunami ini, entah berapa triliun dana yang terkumpulkan untuk sumbangan kepada para korban baik selama masa darurat maupun masa rehabilitasi rekonsturksi dan masih banyak lagi hal-hal yang belum pernah terjadi pada musibah-musibah sebelumnya yang pernah melanda bumi ini muncul ketika tsunami.

Lantas apa hubungannya dengan judul di atas? (sepertinya ngak da hubungan ya..! hehehe). Ketika saya tulis “korban tsunami” sudah barang tentu punya hubunganya dengan bencana tsunami, tapi ketika pada kata selanjutnya “berbohong” mungkin Anda akan bertanya, apa sih yang mereka bohongi?

Begini ceritanya, beberapa hari yang lalu saya ikut dalam sebuah survey mengenai livelihod dan pendidikan yang di lakukan oleh sebuah NGO di 15 desa di dua kecamatan yang masih termasuk dalam kota Banda Aceh. Menurud saya, semua desa yang kami survey itu adalah desa yang terparah kena gelombang tsunami, karena semua desa tersebut berada di bibir pantai.

Hari pertama dan hari kedua surveynya berjalan seperti biasanya survey, dimana responden menjawab semua pertanyaan seperti apa yang terjadi sesungguhnya, baik pertanyaan yang menyangkut pribadi responden maupun pertanyaan yang menyangkut kejadian yang terjadi selama ini di masyarakat, karena dalam dua hari itu yang kami survey adalah masalah pendidikan. Tapi apa yang terjadi di hari ketiga dan hari-hari selanjutnya dimana objek yang kami survey adalah usaha kecil dan menengah, hampir 50% dari yang kami interview “bernyanyi” dengan kebohongan yang jelas-jelas kami tau itu bohong. Kebohongan mereka sangat jelas ketika kami sodorkan pertanyaan yang menyangkut dengan bantuan modal usaha yang pernah mereka dapat dari NGO maupun pemerintah. Dengan rasa yang menurud saya adalah rasa tidak takut akan dosa berbohong, mereka menjawab tidak pernah mendapat bantuan apapun, padahal ketika kami tanyakan kepeda pak geuchik gampong (kepala desa) malah ada dari mereka kata pak Geuchik, yang belum melunasi sedikitpun pinjaman bantuan modal usaha yang sudah mereka dapat. Ada juga dari mereka bilang tidak puas akan bantuan yang selama ini mereka terima. Apakah itu rumah, modal usaha dan lain sebagainya. Ada yang bilang” NGO pulan tidak adil, masak saya dikasih rumah tidak di kasih kasur, tidak dikasih alat dapur dan sebagainya”.


Saya yakin fenomena seperti ini bukan hanya terjadi di desa-desa di sekitaran Banda Aceh, tapi kejadian seperti ini juga terjadi di daerah-daerah lain yang terkena dampak tsunami. Namun, yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah “ini salah siapa?”. Mengapa masyarakat Aceh yang penuh dengan moral islam bisa terkikis keislamannya karena masalah yang sepele yaitu masalah bantuan? Siapa yang bertangagungjawab atas kejadian yang seperti ini? Adakah pihak-pihak tertentu yang memang sengaja merancang sistem sedemikian rupa sehingga orang Aceh lupa akan jati diri? Atau memang masyarakatnya sendiri yang sudah jauh dari norma-norma agama?

Mungkin pertanyaan di atas sangat sulit untuk di jawab, tapi saya selaku orang Aceh melihat, mengapa kejadian seperti ini bisa terjadi pada orang Aceh? Itu semua disebabkan oleh banyak hal dan penyebabnya utama adalah kita orang aceh umumnya dan korban tsunami khusunya sudah di manjakan oleh berbagai bantuan, sehingga masyarakat sekarang malas untuk berusaha sendiri. Kita hari ini asyik duduk di rumah bantuan, nonton TV, sambil bertanya bantuan apa lagi yang akan datang hari ini? asyik duduk di keude kupi (kedai kopi), di pos jaga, gadoh balot rukok oen (asyik hisap rokok daun) poh cakra meusibak uroe(asyik ngomong aja sepanjanga hari) tanpa ada usaha untuk membuat diri lebih baik.

Tulisan ”jelek” ini saya buat karena saya miris melihat orang Aceh sekarang ini, dimana dari hari ke hari masyarakatnya bukannya tambah membangun malah saya melihat masyarakat Aceh sekarang semakin hilang jatidirinya sebagai orang Aceh. Mestinya musibah tsunami yang telah melanda Aceh dijadikan sebagai momentum untuk meg-introspeksi diri mungkin selama ini kita telah banyak berbuat dosa kepada Allah dan sekaligus sebagai penghapusan segala sifat congkak dan sombong yang megangap diri lebih baik dari orang lain.

Melalui tulisan “jelek” ini saya mengajak siapa saja yang masih mengaku dirinya sebagai orang Aceh, mari kita lakukan sesuatu untuk Aceh demi perubahan daerah kita ini di masa yang akan datang. Apalagi bagi mahasiswa seperti saya ini, jangan hanya berpikir kapan saya akan dapat beasiswa dari Aceh, tapi sesekali bertanyalah kapan kita selaku mahasiswa memberikan sesuatu untuk Aceh.

Akhir kata “Tetep semangat, tetep Usaha, Tetep bersama untuk Aceh yang lebik baik di masa yang akan datang”..Heheheh